f3R1N4

Friday, December 24, 2004

MY LIFE with BOOKS (inspired by ‘Bukuku, Kakiku’)

Jika ditanya hal yang paling saya sukai saat ini…. Jawaban saya adalah : “Buku”…. Saat ini hal yang paling saya gemari adalah membaca.. saya seolah berlomba dengan hati saya sendiri untuk membaca, mengumpulkan dan memperoleh buku-buku yang saya sukai dan saya inginkan.

Terinspirasi dari email-email di milis Pasar Buku yang berisi kutipan-kutipan dari ‘Bukuku, Kakiku’ (GPU, 2004). Buku ini berisikan tulisan-tulisan dari para sastrawan, budayawan tentang pengalaman mereka, kesan-kesan mereka terhadap ‘buku’. Saya jadi tertarik untuk menuliskannya, meskipun pengalaman saya mungkin belum banyak, sehingga belum layak disamakan dengan mereka. Mungkin cara mereka dengan saya untuk memperoleh buku atau pengalamannya sangat berbeda jauh. Saya jadi iri dengan mereka, karena pada jaman mereka, sepertinya banyak buku-buku bagus. Dan saya iri dengan beberapa di antara mereka yang bisa menikmati membaca buku-buku karangan Karl May, sementara saya harus bekerja keras, mengartikan pesan-pesan dalam buku Damai Di Bumi, buku pertama Karl May yang saya (coba) baca dan belum saya selesaikan.

Pernahkah ada yang membayangkan, bahwa pegunungan tempat Smurf tinggal benar adanya? Atau ingin sekali berkunjung ke desa Galia, bertemu Asterix? Sampai saat ini, cerita komik favorit saya, adalah Smurf dan Asterix. Di awal perkenalan saya dengan Smurf, saya kerap membayangkan bahwa di suatu belahan dunia, entah di mana, makhluk berwarna biru setinggi 3 buah apel itu, tinggal di lereng gunung, di dalam rumah berbentuk jamur. Atau, membayangkan Desa Galia yang ramai, dengan keributan-keributan yang menyenangkan dan lucu antara Asterix, Obelix dengan tentara Romawi.

Dari kecil, meskipun tidak dipaksakan, orang tua saya kerap memberikan buku-buku bacaan kepada kami, anak-anaknya. Buku yang paling saya ingat, adalah seri Si Tini. Saya suka buku itu, karena ceritanya yang ringan, disertai dengan gambar ilustrasi yang bagus.

Buku-buku Enid Blyton, seperti Seri Malory Towers, St. Claire dan tentunya Lima Sekawan, juga berhasil membuat saya berimajinasi, membayangkan kehidupan sekolah di asrama yang penuh petualangan. Sering saya dan adik-adik saya bermain kemah-kemahan, meniru cerita petualangan Lima Sekawan.

Kebiasaan saya membaca mungkin agak terhenti waktu saya duduk di bangku SMP sampai SMA. Mungkin karena pelajaran yang semakin sulit, atau mungkin juga banyak hal-hal lain yang lebih menarik buat saya dibanding membaca. Pada waktu itu saya lebih suka mendengarkan musik, waktu itu Metallica, Guns ‘n Roses sedang naik daun. Saya lebih banyak menghabiskan uang saku saya untuk membeli kaset dibanding buku cerita.

Hobi membaca saya mulai muncul lagi di tahun kedua atau ketiga waktu saya kuliah. Mulai ada keinginan untuk membaca novel-novel. Tapi, saya masih membatasi diri membaca novel-novel terjemahan yang ‘nge-pop’, seperti Sidney Sheldon, John Grisham, Danielle Steel atau Michael Crichton. Waktu itu, di benak saya, mungkin ‘trauma’ dengan pelajaran Bahasa Indonesia jaman-jaman sekolah, novel karangan penulis Indonesia, terkesan ‘berat’, rasanya ‘sastra sekali.’

Ketika saya mulai bosan dengan novel terjemahan, saya mulai melirik buku-buku dari penulis Indonesia. Novel Indonesia yang pertama saya baca, mungkin kalau tidak salah, seri Pertama dari Tetralogi Pulau Buru, yaitu Bumi Manusia, karangan Pramoedya Ananta Toer. Saya pikir tadinya saya akan bosan membaca buku sastra seperti itu, yang saya pikir pastilah isinya ‘berat’… ternyata saya cukup menikmati buku PAT tersebut. Kala itu saya tidak tahu kalau buku-buku PAT sempat dilarang oleh pemerintah. Setelah membaca Bumi Manusia, saya sempet membeli beberapa buku PAT lainnya. Sayang, sampai sekarang saya belom kesampaian untuk mengumpulkan seluruh buku dari seri Tetralogi Pulau Buru. Ketika itu, ada salah satu teman kantor saya yang berpikir bahwa PAT adalah penulis favorit saya, sehingga waktu saya berulang tahun, dia menghadiahkan buku “Nyanyian Bisu Seorang Bisu I”, lengkap dengan ucapan ulang tahun dan tanda tangan dari PAT!!! Sampai saat ini, saya tidak tahu bagaimana teman saya itu bisa memperoleh tanda tangan PAT. Itu adalah buku pertama yang bertanda tangan penulisnya yang saya miliki.

Milis pasarbuku memberi saya pengetahuan yang lebih luas tentang “perbukuan”. Selain informasi tentang buku-buku terbaru, saya mulai mengenal penulis-penulis dunia lainnya, bukan hanya dari kategori yang ‘ngepop’ seperti yang saya katakan di awal, tapi penulis-penulis besar seperti Leo Tolstoy, Karl May, lalu penulis-penulis Indonesia, seperti Seno Gumira Ajidarma, Sapardi Djoko Damono, Remy Sylado, yang mungkin dulu tulisan-tulisan mereka saya anggap ‘berat’ dan membuat saya tidak pernah melirik buku-buku mereka.

Melalui milis ini juga, saya punya kegemaran baru, yaitu mengoleksi buku yang bertanda tangan penulisnya. Rasanya ada kepuasan tersendiri membaca buku yang bertanda tangan penulisnya, apalagi kalau itu adalah penulis favorit saya.

Buku favorit saya adalah ‘Emak’ karangan Daoed Joesoef. Pertama kali saya membaca nukilannya di majalah Readers’ Digest Indonesia, saya langsung bertekad untuk memilikinya. Hal yang membuat saya menyukai buku ini, karena cara penyajiannya yang ringan dan lucu, yang membuat saya semakin menghargai dan mencintai ibu saya.

Saat ini saya sedang mencoba untuk membuat tulisan, meskipun mungkin hanya sajak atau puisi pendek, yang muncul begitu saja di saat hati saya sedang gundah atau sedih. Karena herannya, kala hati saya sedang riang gembira, atau sedang berada dalam mood yang enak, saya tidak bisa mengungkapkannya atau menuangkannya ke dalam bentuk tulisan. Memang benar, jika kita sedang sedih, kita cenderung jadi lebih sensitive dan jadi lebih mudah untuk menyalurkan perasaan kita. Keinginan saya untuk mencoba menulis mungkin sedikit banyak dipengaruhi ketika saya membaca buku ‘Biola Tak Berdawai’ dan ‘Negeri Senja’, keduanya karangan Seno Gumira Ajidarma. Mungkin kata-kata di dalam novelnya tidak terlalu mudah untuk dicerna, tapi kadang terdapat kalimat-kalimat indah dan puitis. Tapi, sayang, saya belom bisa untuk membuat cerita yang lebih panjang untuk dijadikan cerita pendek. Rasanya susah sekali untuk mencari ide yang pas, kadang idenya sudah kira-kira ketemu, cuma bingung bagaimana cara menuliskan, menggambarkan ide tersebut agar malah tidak menjadi ‘basi’.

Dari buku, saya tidak hanya memiliki impian-impian, tapi juga bisa mempunyai teman-teman baru yang memiliki kegemaran yang sama dengan saya. Kami bisa berbagi cerita, kesan dari buku-buku yang kami baca. Kami bisa saling memberikan usul atau info tentang buku-buku yang kami baca. Bahkan terkadang dengan saling bercerita seperti itu, kami juga jadi terpengaruh untuk membaca buku yang sama. Saya jadi punya teman kolektor buku, dan dari beliau saya tahu buku-buku yang bagus. Dari beliau pula, saya jadi terinsipirasi untuk membuat daftar buku-buku yang saya punya. Karena membuat daftar ini, saya jadi ingat kembali buku-buku lama saya yang selama ini hanya tersimpan di lemari.

Memang sampai saat ini saya belum menemukan buku yang benar-benar membuat saya berpikir, membuat sesuatu yang berubah dalam diri saya, yang benar-benar berkesan di dalam hati saya. Maka dari itu saya akan terus membaca, sampai saya menemukan buku yang benar-benar memberi arti dalam hidup saya. Karena masih banyak sekali buku yang ingin saya baca, dan mungkin suatu saat bisa saya ceritakan kembali ke orang-orang lain.

--------------------oOo--------------------

0 Comments:

Post a Comment

<< Home