f3R1N4

Friday, December 24, 2004

Puisi 'Galau'

Apakah hati ini benar ingin bertahan?
Apakah hati ini benar rela melepaskannya?
Apakah hati ini benar mencintainya?
Apakah hati ini benar membencinya?
Apakah hati ini benar ingin bersamanya?Apakah hati ini benar ingin meninggalkanya?

Di hati ini, ada berjuta rasa untukmu
Rasa cinta bercampur benci
Rasa sayang bercampur dendam
Rasa rindu bercampur geram

Sebagian diri ini, ingin selalu bersama
Meniti hari mewujudkan mimpi
Membuat cinta kita jadi nyata

Tapi, sebagian diri ini ingin lepas darimu
Melepas semua ketakutan dan kelelahan di hati
Menghapus semua ketidakpastian

Tapi…
Rasanya masih banyak yang ingin aku bagi bersamamu
Aku ingin kita bisa membuat mimpi kita jadi nyata

Tapi…
Mengapa seolah jalan menuju ke sana begitu sulit
Mengapa begitu banyak halangan yang menghadang

Satu yang aku yakini…
Kekuatan cinta membuatku bertahan…


fps. 04.12.21

--------------------oOo--------------------

Resensi Buku: Tuesday with Morrie

Mitch Albom adalah penulis yang senantiasa membuat karya-karya yang menyentuh hati pembacanya dan membuat pembaca merenung akan arti dari hidupnya, membuat kita merenung bahwa hidup ini begitu berharga dan ada orang-orang yang mungkin tanpa kita sadari ikut memberi arti pada hidup kita dan membuatnya jadi lebih bermakna.

Mitch Albom adalah seorang reporter untuk Detroit Free Press, dan pernah terpilih sebagai kolumnis olahraga no. 1 di Amerika oleh Asosiasi Editor Koran Olahraga (Associated Press Sports Editors).

Karya2nya yang terkenal antara lain ‘Bo’, ‘Fab Five’, ‘The Five People You Meet In Heaven’ (best seller di Amerika), dan ‘Tuesday with Morrie’.

Dalam ‘Tuesday with Morrie’, Mitch Albom menceritakan pribadinya ketika menemani sang dosen menghadapi “hari-hari terakhir” dalam hidupnya. Morrie Schwatrz merupakan dosen favorit Mitch. Beliau tidak hanya mengajar dengan text book, tapi juga mengajak para mahasiswanya untuk belajar dengan melihat kehidupan mereka masing-masing sehingga mereka bisa merenungkan arti hidup.

Setelah lulus kuliah, Mitch berjanji untuk selalu menghubungi Morrie, tapi karena segala kesibukannya sebagai wartawan koran olahraga, janji itu terlupakan begitu saja. ‘Hubungan’ mereka dimulai kembali, ketika secara tidak sengaja Mitch melihat acara televisi yang menayangkan kisah Morrie yang sedang ‘sekarat’. Morrie bercerita tentang sakit yang ia hadapi, tapi ia tidak takut dengan kematian. Mitch kembali tergerak untuk menghubungi sang mantan dosennya itu.

Dari sanalah awal ‘kuliah di setiap hari selasa’. Pada setiap hari Selasa, Mitch akan datang ke rumah Morrie dengan membawa berbagai macam makanan yang ia harap bisa dimakan Morrie. Pada setiap hari Selasa, mereka berbicara tentang banyak hal dalam kehidupan, seperti tentang dunia, tentang pernikahan, keuangan, bagaimana mema’afkan dan meminta ma’af, dan juga tentang kematian. Dari pertemuan setiap minggu itu, Mitch bisa melihat perkembangan (atau kemunduran) yang ialami Morrie karena sakitnya. Dalam keadaan sakit yang parah, Morrie tetap ingin bisa berbagi, ia tidak ingin sakitnya menjadikan orang kasihan dengannya dan membuatnya “terjatuh”. Morrie tetap ingin bisa berbuat sesuatu, ia ingin orang lain bisa belajar dari sikap tabahnya dalam menghadapi kematian. Ia ingin menunjukkan bahwa kematian bukanlah suatu hal yang harus ditakuti.

Sampai pada akhirnya, kematian itu memang datang menjemput Morrie.

Bagian yang paling ‘menyentuh’ dari buku ini adalah ketika Morrie mengundang para sahabat dan orang-orang terdekatnya untuk membacakan kata-kata perpisahan. Hal ini benar-benar menunjukkan kesiapan seorang Morrie dalam menghadapi kematian, seolah ingin mempersilahkan orang-orang terdekatnya akan datangnya hari itu.

Buku ini memang tergolong ‘tidak tebal’, bahasanya enak, mudah dicerna. Mungkin pada awalnya akan terkesan membosankan, tapi setelah dibaca lebih lanjut, banyak pelajaran yang bisa kita ambil. Hal-hal yang mungkin tidak terlalu kita perhatikan ternyata bisa jadi menjadi hal penting dalam hidup kita.

fps.04.12.22

--------------------oOo--------------------

Resensi Buku: ….biarkan rasa yang memilih….

Judul : Brownies
Penulis : Fira Basuki
Jumlah hal. : 240
Penerbit : Gagas Media (2004)

=============================================================
Fira Basuki memang termasuk penulis yang produktif. Setiap tahun, Ibu cantik ini hampir selalu menerbitkan buku-buku terbarunya. Kali ini, Fira Basuki mencoba menulis buku dengan mengadaptasi skenario film ‘Brownies’.

‘Brownies’ bercerita tentang seorang perempuan muda, cantik, lajang, aktif dengan karir yang cemerlang. Mel, namanya, benar-benar menggambarkan sosok perempuan kosmopolitan seperti yang sering digambarkan di majalah-majalah wanita. Pekerjaannya di biro iklan sedang berada di posisi yang sangat bagus, masa depannya cerah, ditambah lagi Mel mempunyai seorang tunangan yang ganteng, romantis dan sangat memanjakan dirinya. Coba…. apa lagi yang kurang dari diri Mel? Sosoknya bisa membuat banyak perempuan iri.

Tapi, semua jadi berubah, ketika Mel ingin memberi surprise pada sang kekasih, Joe, malah Mel sendiri yang mendapat “surprise” yang membuatnya ‘down’. Ternyata di balik keceriaan dan kemandiriannya, Mel adalah sosok yang labil. Patah hati membuatnya limbung dan terkadang menjadi orang yang tidak rasional.

Di tengah keadaan yang galau, muncul sosok Are, tokoh utama kedua, pemuda yang kalau dilihat dari segi penampilan berbeda 180° dibanding dengan Joe. Jika Joe, adalah pemuda yang perlente, gayanya rapi dan berkelas, tatapan mata dan rayuannya bisa membuat banyak wanita ‘meleleh’. Kalau dilihat, Joe ini benar-benar pria bertampang “playboy”. Sementara Are, berprofesi sebagai penulis, punya toko buku, penampilannya cuek, rambut gondrong, gaya makan yang cenderung ‘sembarangan’, tapi mempunyai perasaan yang sensitif.

‘Perjodohan’ secara tidak langsung yang dilakukan sahabat Mel, diam-diam membuat hati Mel dan Are bergetar. Ternyata keduanya mempunyai beberapa persamaan. Mel sedikit demi sedikit mulai membuka hatinya untuk Are. Tapi, adanya persamaan itu, ternyata tidak membuat hati Mel luluh. Dalam hatinya Mel masih sangat mengharapkan Joe yang jelas-jelas sudah menyakitinya. Mel percaya suatu saat Joe akan menyadari kesalahannya dan kembali kepadanya. Hatinya bimbang, antara menerima Are dan melupakan Joe dengan segala pesonanya, atau kembali pada Joe, dan melupakan semua perbuatan Joe yang menyakitkan? Jadi, siapa yang harus dipilih Mel?

Lalu di mana letak peranan ‘Brownies’?

‘Brownies’ sendiri menjadi benang merah dalam cerita ini. Kue ini dijadikan pelarian baik bagi Mel atau Are. Bagi Mel, membuat brownies bisa menyalurkan segala kegelisahannya. Tidak peduli di tengah malam, jika sedang gundah, Mel akan lari ke brownies. Sedangkan, bagi Are, membuat brownies adalah salah satu cara untuk menjaga kenangannya akan sang Ibu yang telah tiada. Tapi, apa yang membuat Mel selalu gagal dalam membuat brownies, meskipun sudah pakai berbagai macam resep, sementara Are bisa membuat brownies yang enakkkkkkkk… sekali?

Silahkan temukannya jawabannya di dalam buku ini.. atau sekalian nonton filmnya. Yang jelas, meskipun sudah membaca buku ini, gak akan rugi untuk nonton filmnya. Ciri khas Fira Basuki tetap tertangkap dalam buku ini. Seperti dalam hampir setiap bukunya, Fira senang memasukkan latar belakang atau sejarah, demikian juga di buku ini, Fira memasukkan sejarah ‘Brownies’ sebagai pengantar, bahkan ada beberapa resep ‘Brownies’ yang menjadi eksperimen Mel. Tapi, mungkin karena ini diadaptasi dari scenario film, kita sudah tahu siapa berperan sebagai siapa, imajinasi kita akan sang tokoh agak tidak bisa berkembang.

Mana yang lebih menarik, film atau bukunya?
…. biarkan rasa yang memilih….

fps.04.12.20

--------------------oOo--------------------

Resensi Buku: Perjalanan Mata dan Hati

Judul : Perjalanan Mata dan Hati
Penulis : Prima Rusdi
Jumlah hal. : 150
Penerbit : Terrant Books


‘Perjalanan Mata dan Hati’ merupakan kumpulan tulisan Prima Rusdi yang pernah dimuat di majalah CosmoGirl. Prima Rusdi adalah wartawan, penulis skenario untuk film Ada Apa dengan Cinta, co-writer Eliana, Eliana.

Mungkin ada yang berpikir ini pasti kumpulan tulisan atau cerita tentang ABG (Anak Baru Gede). Memang benar pada dasarnya tulisan ini ditujukan untuk ABG, tapi jangan salah, untuk yang ‘mantan’ ABG, jika kita baca benar-benar tulisan-tulisan ini, ternyata ada hal-hal yang masih bisa diambil, yang pada dasarnya mungkin masih kita alami.

Buku ini mencoba membahas masalah yang dekat dengan para remaja, seperti masalah kegemukan, masalah kurang percaya diri, masalah komunikasi dengan orang tua, dan lain-lain. Masalah-masalah tersebut disajikan dengan bahasa yang sederhana dan dengan memberikan solusi yang ‘simple’, mudah dicerna oleh para remaja. Terkadang para remaja suka “malas” jika diceramahi panjang – lebar dan terkesan menggurui. Mereka lebih suka dengan contoh yang dekat dengan keseharian mereka. Sehingga mereka bisa menyadari dan memperbaiki sikap mereka tanpa harus merasa dipaksa.

Pada bagian akhir, yang berjudul sama dengan judul buku, kita diajak untuk tidak hanya melihat masalah yang timbul dari diri kita sendiri, tapi kita diminta untuk melihat kejadian di sekitar, mengamati dengan hati nurani.

Rasanya tidak berlebihan, jika setelah membaca buku ini, akan banyak pelajaran yang bisa kita ambil, sehingga kita bisa lebih menghargai orang lain dengan melakukan banyak hal kecil, seperti kata Prima Rusdi “… mulailah menghargai orang lain, siapa pun dia tanpa terkecuali. Sesederhana itulah inti “merdeka” yang untuk hari ini bisa diartikan sebagai saling menghargai antara manusia. Jadi, selalu gunakan mata dan hati saat bertindak dan mudah-mudahan kamu pun siap senantiasa jadi orang “merdeka.” (hal. 146).

fps. 04.12.24

--------------------oOo--------------------

Resensi Buku: Romantic Journey to Prague

Judul : Love in Prague
Penulis : Riheam
Jumlah hal. : 371
Penerbit : Terrant Books

=============================================================
Satu lagi penulis remaja yang mengambil setting cerita di luar negeri. Kali ini Riheam, setelah novel pertamanya ‘Celah Waktu’, mencoba mengajak pembacanya “berjalan-jalan” ke kota Praha, Cekoslowakia.

Novel ini bercerita tentang Yudith, seorang mahasiswi, yang hokinya bagus banget. She is a real quiz hunter. Dia selalu menang dalam setiap kuis yang diikutinya. Mulai dari merchandise, sampai jalan-jalan ke luar negeri. Sampai suatu hari, dia memenangkan kuis jalan-jalan ke Praha selama satu minggu bersama Kiandra, pemenang kuis yang lain, cowok yang satu kampus dengannya, cowok (yang kata orang) cool dan paling digila-gilai satu kampus. Tapi, pendapat cool itu tidak berlaku bagi Yudith yang sangat membencinya. Anehnya, kedua remaja ini sama-sama sebal satu sama lain, saling menjelek-jelekkan, tanpa pernah tahu, apa sih sebenarnya awal permasalahannya. Kebayang gak sih, gimana kita harus duduk bersebelahan di pesawat selama belasan jam, belum lagi harus menghabiskan waktu bersama selama satu minggu. Gengsi mereka masing-masing terkadang lebih besar dari pada niat mereka untuk ‘bermanis-manis’ selama liburan satu minggu itu.

Membayangkan keindahan kota Praha, ditambah lagi dengan dialog yang lancar, tanpa perlu kalimat yang berpanjang-panjang, membuat novel ini asyik juga dibaca untuk weekend. Cuma, ada satu sayangnya, nih… di dalam novel ini, banyak tempat-tempat pariwisata di Praha, yang ditulis dalam bahasa Ceko. Meskipun, ada terjemahan dalam bahasa Inggrisnya, akan lebih asyik lagi kalau ada cara pengejaannya/cara membacanya.
Nah, apakah, kebersamaan mereka selama satu minggu itu akan merubah pandangan mereka masing-masing? Silahkan baca novel ini untuk tahu lanjutannya…. Siapa tahu, ada yang terinspirasi jadi quiz hunter seperti Yudith. Dan ngomong-ngomong, asyik juga lho, kalo ada yang berminat untuk bikin cerita ini dalam bentuk film.

--------------------oOo--------------------

MY LIFE with BOOKS (inspired by ‘Bukuku, Kakiku’)

Jika ditanya hal yang paling saya sukai saat ini…. Jawaban saya adalah : “Buku”…. Saat ini hal yang paling saya gemari adalah membaca.. saya seolah berlomba dengan hati saya sendiri untuk membaca, mengumpulkan dan memperoleh buku-buku yang saya sukai dan saya inginkan.

Terinspirasi dari email-email di milis Pasar Buku yang berisi kutipan-kutipan dari ‘Bukuku, Kakiku’ (GPU, 2004). Buku ini berisikan tulisan-tulisan dari para sastrawan, budayawan tentang pengalaman mereka, kesan-kesan mereka terhadap ‘buku’. Saya jadi tertarik untuk menuliskannya, meskipun pengalaman saya mungkin belum banyak, sehingga belum layak disamakan dengan mereka. Mungkin cara mereka dengan saya untuk memperoleh buku atau pengalamannya sangat berbeda jauh. Saya jadi iri dengan mereka, karena pada jaman mereka, sepertinya banyak buku-buku bagus. Dan saya iri dengan beberapa di antara mereka yang bisa menikmati membaca buku-buku karangan Karl May, sementara saya harus bekerja keras, mengartikan pesan-pesan dalam buku Damai Di Bumi, buku pertama Karl May yang saya (coba) baca dan belum saya selesaikan.

Pernahkah ada yang membayangkan, bahwa pegunungan tempat Smurf tinggal benar adanya? Atau ingin sekali berkunjung ke desa Galia, bertemu Asterix? Sampai saat ini, cerita komik favorit saya, adalah Smurf dan Asterix. Di awal perkenalan saya dengan Smurf, saya kerap membayangkan bahwa di suatu belahan dunia, entah di mana, makhluk berwarna biru setinggi 3 buah apel itu, tinggal di lereng gunung, di dalam rumah berbentuk jamur. Atau, membayangkan Desa Galia yang ramai, dengan keributan-keributan yang menyenangkan dan lucu antara Asterix, Obelix dengan tentara Romawi.

Dari kecil, meskipun tidak dipaksakan, orang tua saya kerap memberikan buku-buku bacaan kepada kami, anak-anaknya. Buku yang paling saya ingat, adalah seri Si Tini. Saya suka buku itu, karena ceritanya yang ringan, disertai dengan gambar ilustrasi yang bagus.

Buku-buku Enid Blyton, seperti Seri Malory Towers, St. Claire dan tentunya Lima Sekawan, juga berhasil membuat saya berimajinasi, membayangkan kehidupan sekolah di asrama yang penuh petualangan. Sering saya dan adik-adik saya bermain kemah-kemahan, meniru cerita petualangan Lima Sekawan.

Kebiasaan saya membaca mungkin agak terhenti waktu saya duduk di bangku SMP sampai SMA. Mungkin karena pelajaran yang semakin sulit, atau mungkin juga banyak hal-hal lain yang lebih menarik buat saya dibanding membaca. Pada waktu itu saya lebih suka mendengarkan musik, waktu itu Metallica, Guns ‘n Roses sedang naik daun. Saya lebih banyak menghabiskan uang saku saya untuk membeli kaset dibanding buku cerita.

Hobi membaca saya mulai muncul lagi di tahun kedua atau ketiga waktu saya kuliah. Mulai ada keinginan untuk membaca novel-novel. Tapi, saya masih membatasi diri membaca novel-novel terjemahan yang ‘nge-pop’, seperti Sidney Sheldon, John Grisham, Danielle Steel atau Michael Crichton. Waktu itu, di benak saya, mungkin ‘trauma’ dengan pelajaran Bahasa Indonesia jaman-jaman sekolah, novel karangan penulis Indonesia, terkesan ‘berat’, rasanya ‘sastra sekali.’

Ketika saya mulai bosan dengan novel terjemahan, saya mulai melirik buku-buku dari penulis Indonesia. Novel Indonesia yang pertama saya baca, mungkin kalau tidak salah, seri Pertama dari Tetralogi Pulau Buru, yaitu Bumi Manusia, karangan Pramoedya Ananta Toer. Saya pikir tadinya saya akan bosan membaca buku sastra seperti itu, yang saya pikir pastilah isinya ‘berat’… ternyata saya cukup menikmati buku PAT tersebut. Kala itu saya tidak tahu kalau buku-buku PAT sempat dilarang oleh pemerintah. Setelah membaca Bumi Manusia, saya sempet membeli beberapa buku PAT lainnya. Sayang, sampai sekarang saya belom kesampaian untuk mengumpulkan seluruh buku dari seri Tetralogi Pulau Buru. Ketika itu, ada salah satu teman kantor saya yang berpikir bahwa PAT adalah penulis favorit saya, sehingga waktu saya berulang tahun, dia menghadiahkan buku “Nyanyian Bisu Seorang Bisu I”, lengkap dengan ucapan ulang tahun dan tanda tangan dari PAT!!! Sampai saat ini, saya tidak tahu bagaimana teman saya itu bisa memperoleh tanda tangan PAT. Itu adalah buku pertama yang bertanda tangan penulisnya yang saya miliki.

Milis pasarbuku memberi saya pengetahuan yang lebih luas tentang “perbukuan”. Selain informasi tentang buku-buku terbaru, saya mulai mengenal penulis-penulis dunia lainnya, bukan hanya dari kategori yang ‘ngepop’ seperti yang saya katakan di awal, tapi penulis-penulis besar seperti Leo Tolstoy, Karl May, lalu penulis-penulis Indonesia, seperti Seno Gumira Ajidarma, Sapardi Djoko Damono, Remy Sylado, yang mungkin dulu tulisan-tulisan mereka saya anggap ‘berat’ dan membuat saya tidak pernah melirik buku-buku mereka.

Melalui milis ini juga, saya punya kegemaran baru, yaitu mengoleksi buku yang bertanda tangan penulisnya. Rasanya ada kepuasan tersendiri membaca buku yang bertanda tangan penulisnya, apalagi kalau itu adalah penulis favorit saya.

Buku favorit saya adalah ‘Emak’ karangan Daoed Joesoef. Pertama kali saya membaca nukilannya di majalah Readers’ Digest Indonesia, saya langsung bertekad untuk memilikinya. Hal yang membuat saya menyukai buku ini, karena cara penyajiannya yang ringan dan lucu, yang membuat saya semakin menghargai dan mencintai ibu saya.

Saat ini saya sedang mencoba untuk membuat tulisan, meskipun mungkin hanya sajak atau puisi pendek, yang muncul begitu saja di saat hati saya sedang gundah atau sedih. Karena herannya, kala hati saya sedang riang gembira, atau sedang berada dalam mood yang enak, saya tidak bisa mengungkapkannya atau menuangkannya ke dalam bentuk tulisan. Memang benar, jika kita sedang sedih, kita cenderung jadi lebih sensitive dan jadi lebih mudah untuk menyalurkan perasaan kita. Keinginan saya untuk mencoba menulis mungkin sedikit banyak dipengaruhi ketika saya membaca buku ‘Biola Tak Berdawai’ dan ‘Negeri Senja’, keduanya karangan Seno Gumira Ajidarma. Mungkin kata-kata di dalam novelnya tidak terlalu mudah untuk dicerna, tapi kadang terdapat kalimat-kalimat indah dan puitis. Tapi, sayang, saya belom bisa untuk membuat cerita yang lebih panjang untuk dijadikan cerita pendek. Rasanya susah sekali untuk mencari ide yang pas, kadang idenya sudah kira-kira ketemu, cuma bingung bagaimana cara menuliskan, menggambarkan ide tersebut agar malah tidak menjadi ‘basi’.

Dari buku, saya tidak hanya memiliki impian-impian, tapi juga bisa mempunyai teman-teman baru yang memiliki kegemaran yang sama dengan saya. Kami bisa berbagi cerita, kesan dari buku-buku yang kami baca. Kami bisa saling memberikan usul atau info tentang buku-buku yang kami baca. Bahkan terkadang dengan saling bercerita seperti itu, kami juga jadi terpengaruh untuk membaca buku yang sama. Saya jadi punya teman kolektor buku, dan dari beliau saya tahu buku-buku yang bagus. Dari beliau pula, saya jadi terinsipirasi untuk membuat daftar buku-buku yang saya punya. Karena membuat daftar ini, saya jadi ingat kembali buku-buku lama saya yang selama ini hanya tersimpan di lemari.

Memang sampai saat ini saya belum menemukan buku yang benar-benar membuat saya berpikir, membuat sesuatu yang berubah dalam diri saya, yang benar-benar berkesan di dalam hati saya. Maka dari itu saya akan terus membaca, sampai saya menemukan buku yang benar-benar memberi arti dalam hidup saya. Karena masih banyak sekali buku yang ingin saya baca, dan mungkin suatu saat bisa saya ceritakan kembali ke orang-orang lain.

--------------------oOo--------------------

AKU….. BUKAN SIAPA-SIAPA

Aku ingin sekali menulis… Tapi rasanya banyak hal yang membuat keinginan itu sering kali tertunda atau tergantikan dengan hal lain. Pertama, aku merasa aku tidak punya pengalaman hidup yang menarik untuk kuceritakan atau kubagi kepada orang banyak. Aku juga merasa pengetahuanku belum banyak. Aku tidak mempunyai bahan apa pun untuk kujadikan sebagai ide tulisanku.

Lalu aku berpikir, “Kenapa aku tidak menuliskan kisahku sehari-hari saja?” Aku merasa meskipun aku “tidak” mempunyai pengalaman menarik, aku tetap bisa menulis hal kecil yang menjadi “perhatianku” hari itu. Tapi, salah satu kelemahanku, aku mungkin termasuk orang yang introvert, sering merasa tidak enak, atau selalu merasa ketakutan lebih dulu. Begitu muncul keinginan untuk menulis, detik berikutnya yang ada di pikiranku adalah ketakutan akan perkataan orang lain. Aku berpikir, orang pasti akan berkata, “Siapa loe? Berani-beraninya nulis pengalaman hidup. Artis bukan, presiden bukan!”

Aku mungkin bukan siapa-siapa. Aku mungkin tidak istimewa di mata orang banyak. Aku hanya manusia biasa, dengan segala keterbatasan dan kelemahan. Karena sifatku yang sering tidak percaya diri, aku selalu merasa aku ini tidak punya kelebihan apa-apa. Tapi, apa salahnya jika aku bercerita? Ada yang salah jika aku menuliskan kisahku?

Ada beberapa hal atau orang yang menjadi ‘insipirasi’ atau mendorong aku untuk akhirnya menulis. Pertama, aku pernah membaca pengalaman seseorang di milis pasarbuku. Beliau sering bercerita kalau beliau diajak oleh salah satu majalah untuk meresensi buku, lalu salah satu tulisannya dimuat di majalah pecinta buku. Tulisan beliau memberi aku masukan dan dorongan untuk mulai menulis. Kedua, aku terinspirasi dari tulisan-tulisan Pak Sobron Aidit di beberapa milis yang aku ikuti. Tulisan beliau sederhana, berisi pengamatan beliau sehari-hari, mulai dari cerita tentang cucunya, resep favorit, terkadang terselip isu-isu politik. Ada juga tulisan tentang masa kecil beliau. Dan tulisan-tulisan itu selalu muncul setiap hari. Tulisan sederhana ini yang membuat aku berpikir, aku bisa menulis dari apa yang aku lihat, aku rasakan sehari-hari, hal-hal sederhana, yang mungkin tidak terlihat oleh orang lain, hal-hal yang mungkin bisa kudapati dari hasil mengamati kehidupan di sekitarku. Ketiga, sebuah buku karya Prima Rusdi, berjudul “Perjalanan Mata dan Hati” (Terrantbooks, 2004) juga memberiku gambaran, bahwa menulis tidak harus berdasarkan pengalaman yang luar biasanya banyaknya, tidak harus dari hasil berjalan-jalan keliling dunia, tapi cukup dengan melihat kejadian di sekeliling, mencernanya, lalu membaginya kepada yang lain.

Aku rasa, aku tidak perlu menjadi seseorang yang dikenal untuk bisa menulis. Aku tidak harus menjadi seorang artis atau orang terkenal agar tulisanku dibaca. Tapi, aku menulis untuk mencurahkan apa yang ada di hatiku. Aku menulis untuk diriku sendiri, aku ingin membaginya dengan yang lain. Hanya tulisan-tulisan sederhana yang mungkin setelah dibaca isinya sama dengan apa yang dialami orang lain, atau sebuah tulisan yang isinya terlalu biasa sampai tidak menarik untuk dibaca, tapi buatku menghasilkan suatu tulisan adalah kepuasan bagiku. Selama masih ada yang mau mengkritik dan memberi masukan, aku tidak akan berhenti belajar menulis.

fps. 04.12.14

--------------------oOo--------------------

This is my first story.....

Hai All....
Ini pertama kalinya aku nulis untuk bisa dibaca umum. Selama ini aku cuma nulis untuk diriku sendiri karena aku mungkin terlalu malu untuk bisa sharing sama yang lain... alias gak PD...
nah... tapi...lama2 aku pikir... cuek aja deh... dan akhirnya aku memberanikan diri untuk bikin blog, dan "mencemplung"kan tulisan dan semoga ada yang tertarik untuk membacanya.

Tulisan-tulisan yang ada di sini, hanya tulisan berdasarkan pengalaman pribadiku.. aku gak akan asal ngarang.. karena ntar malah jadi "garing".... aku cuma nulis atas apa yang aku lihat, aku rasakan dan aku alami sendiri....

And... just enjoy it....

f3R1n@

--------------------oOo--------------------