f3R1N4

Saturday, February 12, 2005

Resensi Buku: PETIR

Judul : Supernova (2.2) Episode: Petir
Penulis : Dewi Lestari
Jumlah hal. : 203
Penerbit : AKUR (2004)


Supernova - Episode: Petir ini menampilkan sesuatu yang berbeda dari dua buku Supernova sebelumnya. Jika di Supernova terdahulu, terkesan ‘serius’, misalnya, pada Putri, Ksatria dan Bintang Jatuh diisi dengan berbagai teori-teori sains, lalu di Akar dengan filsafat-nya Bodhi, di Petir, Dee menulis dengan sedikit ‘santai’, lebih ‘membumi’. Banyak humor-humor atau kata-kata yang tidak membuat kening berkerut.

Benang merah dengan buku-buku yang terdahulu ditunjukkan munculnya tokoh pasangan Ruben dan Dimas, sedikit email dari Gio di bagian pengantar. Di bagian akhir, ada tokoh Bong yang dulu muncul di buku Akar. Tapi, hubungan pasti antara mereka belum tergambar dengan jelas.

Kali ini, Supernova menceritakan tentang Elektra, gadis yang memiliki keunikan, karena senang menonton petir sejak masih kecil karena ia pernah tersambar petir. Ia tinggal bersama ayahnya, pemilik Wijaya Elektronik dan kakaknya, Watti. Setelah ayahnya meninggal, Elektra tinggal sendiri di rumah besar mereka yang bernama ‘Eleanor’. Sementara Watti harus ikut bersama suaminya ke Tembagapura, Papua. Elektra harus mengurus rumah ‘kosong’ itu.. membersihkannya.. sampai mengurus keuangan Wijaya Elektronik yang ternyata punya banyak piutang tak tertagih.

Di antara ‘sedikit’ rasa putus asa, Elektra tiba-tiba mendapat tawaran menjadi asisten dosen di STIGNA (Sekolah Tinggi Ilmu Gaib Nasional), yang membawanya bertemu dengan Ibu Sati, ketika sedang mencari perlengkapan untuk melamar ke STIGNA. Kekonyolan terjadi ketika Elektra mencari kuburan untuk meletakkan ‘surat lamaran’ dan berbagai perlengkapannya. Karena gagal meletakkan di kuburan manusia, Elektra malah menaruhnya di kuburan kucingnya, Kambing, yang terletak di rumah Omnya. Buntutnya, baru ketahuan kalau surat dari STIGNA hanyalah surat iseng. Dan Elektra harus menahan malu karena ketahuan Tantenya kalau ia percaya dengan urusan ‘gaib’ dan ‘mistis’.

Tapi, perkenalannya dengan Ibu Sati tidak berhenti begitu saja. Ibu Sati, pemilik toko rempah-rempah dan barang-barang ‘mistis’ (Jadi ingat buku ‘The Mistress of Spices (Penguasa Rempah-Rempah) - Chitra Banarjee Divakaruni). Ibu Sati menemukan adanya ‘keunikan’ dalam diri Elektra yang bisa dikembangkan dan diarahkan agar bisa dipergunakan dengan lebih baik.

Ketika sedang menelpon Watti di wartel, Elektra bertemu teman lamanya, Beatrice, yang ternyata pemilik wartel yang merangkap warnet itu. Elektra diajarkan cara membuat email account, lalu gimana caranya browsing sampai chatting. Hasilnya, Elektra sempat kecanduan chatting. Lama-lama Elektra memutuskan untuk membuka warnet juga. Atas bantuan Kewoy, Elektra bertemu dengan Mpret. Akhirnya mereka bekerja sama membuat warnet lengkap dengan sarana bermain play station dan juga tukang nasi goreng.

Ketika secara tidak sengaja Elektra menyetrum teman-temannya, terkejutlah mereka. Dan dengan iseng, Kewoy minta dipijat.. dan malah membawa teman-teman. Maka, warnet itu pun ‘mengembangkan’ usahanya jadi tempat pengobatan alternatif dengan aliran listrik yang dimilikinya. Elektra sempat jatuh sakit karena terlalu memforsir tenaganya. Ibu Sati lah yang membantu Elektra untuk terus mengatur kekuatannya. Belakangan, baru diketahui kalau Elektra juga bisa membaca pikiran seseorang. Pertama kali hal ini disadarinya, ketika Kewoy dengan isengnya minta rambutnya ‘dijigrakin’.

Ada unsur romantismenya juga. Mpret yang cuek bebek dan terkesan sebal dengan adanya praktek pengobatan alternatif Elektra, ternyata diam-diam menaruh hati pada Elektra. Kecuekannya itu dan juga ketidaksetujuan atas praktek alternatif itu tujuannya supaya Elektra tidak terlalu lelah. Elektra mengetahui perasaan Mpret, pada pesta perayaan ulang tahun Mpret, Kewoy meminta Elektra untuk menunjukkan kebolehannya ‘menjigrakkan’ rambut. Otomatis Elektra harus memegang kepala Mpret.. dan.. tiba-tiba Elektra pingsan…

Menjelang akhir cerita… datanglah Bong (teman Bodhi, di Episode: Akar), yang ternyata adalah sepupu Mpret. Mereka bertemu kembali di ‘Friendster’. Ternyata di masa lalu, Bong dan Mpret punya hubungan yang erat dan mendalam.

Akhir cerita yang ‘menggantung’ dan membingungkan kembali menjadi pilihan Dee. Biar pembaca penasaran.. dan tetap menanti lanjutan Supernova berikutnya. Tapi, membaca ‘Petir’, kita perlu bingung dengan berbagai Teori Kuantum, atau tidak perlu berfilosofi. ‘Petir’ lebih dekat dengan keseharian kita. Tokoh-tokohnya terasa lebih nyata, seolah, they are just the guys next door, bukan tokoh yang aneh-aneh. Tokoh Elektra, yang (sebetulnya) cerdas tapi polos; Ibu Sati yang bijaksana; Watti, yang (ingin) modern; Kewoy yang konyol; dan Mpret, yang cool.

fps.05.01.20

--------------------oOo--------------------

Resensi Buku: The Five People You Meet in Heaven

Judul : The Five People You Meet in Heaven
Penulis : Mitch Albom
Jumlah hal. : 196
Penerbit : Hyperion New York (2003)


‘The Five People You Meet in Heaven’ menjadi best seller di berbagai negara. Cerita yang sederhana, tapi menyentuh.

Bercerita tentang Ed, seorang mekanik di taman bermain, yang meninggal karena menyelamatkan seorang anak kecil yang hampir tertimpa kereta bermain. Tragisnya, Ed meninggal di hari ulang tahunnya yang ke-83.

Ketika ‘sampai’ di surga, secara bergantian Ed bertemu dengan orang-orang yang secara langsung atau tidak mempunyai hubungan dengan Ed. Satu per satu mereka bercerita apa hubungan mereka dengan Ed.

Di sela-sela cerita perjalanan Ed di surga, disisipkan cerita sejak Ed lahir dan setiap hari perayaan ulang tahunnya. Kita diajak untuk melompat-lompat dari masa lalu, ke masa sekarang.. balik lagi ke masa lalu… Selain itu, ada juga percakapan teman-teman Ed setelah ia meninggal.

Buku ini mengajak kita merenung. Mengamati, merasakan kehadiran orang-orang di sekitar kita… apa peranan mereka, atau bahkan apa peranan kita terhadap mereka. Dan… satu pertanyaan yang pasti terlintas bagi yang sudah baca buku ini, “Siapa ya, yang akan aku temui kalau aku meninggal nanti?”

fps.05.01.25

--------------------oOo--------------------

Resensi Buku: ei tu zé: Bukan Impian Biasa

Judul : ei tu zé: Bukan Impian Biasa
Penulis : Danni Junus
Jumlah hal. : xii + 348
Penerbit : Gagas Media (Cet. 1, Desember 2004)


Setting cerita berada di Bandung dan sedikit di Jakarta. Berkisah tentang impian dan kehidupan cinta Dharma. Tadinya, sempet mikir kalau Dharma ini adalah seorang cowok… tapi ternyata.. perempuan tulen… tapi emang sih, rada tomboy, cuek banget, terkenal sebagai ‘Miss Jutek’. Kalau nyela.. hmmm.. bisa-bisa orang tersinggung seandainya ‘gak kenal baik dengan Dharma.

Dharma, mahasiswi jurusan ilmu komputer di sebuah universitas di Bandung, scriptwriter di radio Belle, baru aja putus sama pacarnya yang posesif, dan sedang dalam pencarian pacar baru ketika dia dikenalkan dengan Atari, MD di radio Male. Pertama dikenalin, Dharma langsung menyambungkan nama Atari dengan game yang ngetop di tahun ‘80an itu. Beberapa kali ketemu, gak langsung membuat Dharma ingat dan terbayang-bayang sama Atari. Malah Dharma gak pernah ingat sama tampangnya Atari.

Baru di pertemuan yang kesekian, Dharma memberanikan diri untuk ngobrol langsung. Dan ternyata mereka berdua langsung akrab Setelah sekitar satu setengah bulan, mereka akhirnya ‘jadian’. Pas di hari ulang tahun Dharma, mantan pacar Dharma, Rivan, muncul lagi untuk mengucapkan selamat ulang tahun. Ada kecemburuan dalam diri Rivan, yang seolah gak rela Dharma udah mendapatkan penggantinya.

Oh ya, ngomong-ngomong soal mimpi, selain punya pasangan yang serba sempurna, Dharma pengen banget bisa belajar fashion journalist di London, dan impian itu hampir terwujud ketika Rivan memberikan ‘beasiswa’ untuk belajar di London College of Fashion. Tapi ternyata, ada tujuan lain dibalik tawaran Rivan, tapi Dharma tetap saja senang ketika menerima tawaran itu, tapi tidak dengan Atari, yang gengsinya ‘terganggu’. Hubungan mereka diuji untuk pertama kalinya… apakah Dharma tetap pergi tapi dengan resiko Atari akan kecewa, ataukah Dharma memilih Atari, tapi melepaskan impiannya?

‘Ujian’ kedua .. lagi-lagi karena gengsi… di usia yang sudah 25 tahun, Dharma mulai memikirkan masalah pernikahan, tapi Atari masih bersikeras untuk menabung dulu. Ketika Dharma diterima bekerja di majalah Eclectic, untuk kedua kalinya Dharma mendapat tawaran belajar di LCF. Nah, apakah kali ini Dharma akan mengalah lagi demi cintanya pada Atari?

Dialog di buku ini terbilang cukup lancar, meski kadang ada bagian yang membingungkan, apakah yang sedang bicara ini Dharma atau Atari. Lalu, bagian dialog sms juga asyik. Dan, hmmm… kalau buat aku, ketika membaca percakapan antara Dharma dan Atari, meskipun terkesan santai, tapi bisa dirasakan gimana sayangnya Atari sama Dharma, gimana manjanya Dharma ke Atari meskipun Dharma itu cewek yang cuek banget.

Satu hal yang bisa diambil dari buku ini, terkadang untuk mewujudkan mimpi, kita harus mengorbankan mimpi kita yang lain atau menunda untuk mewujudkan mimpi yang lain itu. Gak semuanya kan bisa kita dapat sekaligus….

Biarkan diriku mengejar mimpi-mimpiku yang lain dulu. Sampai mimpiku yang terbaik menghampiriku, tanpa harus dikejar. (hal. 345)

fps.05.02.11

--------------------oOo--------------------

Resensi Buku: Koq Putusin Gue?

Resensi Buku:

Judul : Koq Putusin Gue?
Penulis : Ninit Yunita
Jumlah hal. : 250
Penerbit : Gagas Media (Cet. 4, Januari 2005)


Pertama-tama… cuma mau bilang, “Luar Biasa!”, hanya dalam waktu 3 bulan udah memasuki cetakan ke 4.

Kedua… hmmm… Watch out, Boys… kalau kamu mau mutusin cewek.. Hati-hati… siapa tahu cewek yang kamu putusin itu seperti Maya.. tokoh utama dalam cerita ini.

Kalau baca cerita ini diawal, pastinya bakal kebayang suatu cerita yang romantis. Cewek yang cantik pacaran sama cowok ganteng. Standard banget gak sih…. Tapi ternyata… gak seindah itu…

Cerita diawali dengan persiapan Maya, si tokoh utama, untuk merayakan setahun pacarannya dengan Hari. Baju yang anggun, dandanan yang cantik, hal yang jarang sekali dilakukan Maya. Tapi, demi rasa sayangnya sama Hari, Maya rela melakukan itu. Semua berjalan dengan mulus, mulai dari Hari yang menjemputnya ke rumah dengan membawa satu buket bunga mawar, sampai makan malam di restoran yang romantis, membuat Maya sempat melayang. Tapi.. malam yang romantis itu di’kacau’kan Hari dengan permintaan yang tidak seharusnya ada.. permintaan putus dari Hari.

Duh… semua orang kalau diputusin begitu pasti merasa dunia seolah berhenti berputar. Males mau ngapa-ngapain… Maunya sedih dan mengenang saat-saat ini bersama sang mantan pacar. Itu juga sih yang dirasakan Maya pada awalnya, bahkan dia sempet mau minta balik sama Hari… tapi another surprise datang lagi… Maya harus melihat Hari bersama perempuan lain.. Hmm.. berarti… selama ini Maya dibohongin dong… berarti kata-kata “Aku pengen… kita temenan aja” (hal. 9 ) cuma untuk menutupi perselingkuhannya…

‘Berpedoman’ pada buku Art of War – Sun Tzu, Maya mulai menyusun strategi untuk membalas sakit hatinya sama Hari. Berbagai perbuatan konyol pun dilancarkan demi membuat Hari menyesali perbuatannya. Sahabatnya, Rini, yang akhirnya menyadarkan Maya bahwa semua ‘pembalasan’ itu harus diakhiri.

Buku ini enak dibaca, karena meskipun Maya diceritakan begitu sedih, sakit hati atas perbuatan Hari, tidak menjadikan buku ini cengeng dan penuh air mata serta keluh kesah. Strategi Maya, tips-tips mengatasi patah hati, resep tiramisu.. bahkan radio Merana FM, radio khusus untuk orang-orang yang bersedih, bisa membuat kita tersenyum-senyum atau bahkan ketawa-ketawa. Berhasil bikin penasaran sampai akhir.. Ninit berhasil menunjukkan, biar kita, cewek-cewek gak gampang ‘dikadalin’ (istilahnya Maya, nih)… Pokoknya… buku ini Girl Power banget ,deh.. so.. hati-hatilah buat para cowok…

fps.05.02.07

--------------------oOo--------------------