f3R1N4

Saturday, February 12, 2005

Resensi Buku: ei tu zé: Bukan Impian Biasa

Judul : ei tu zé: Bukan Impian Biasa
Penulis : Danni Junus
Jumlah hal. : xii + 348
Penerbit : Gagas Media (Cet. 1, Desember 2004)


Setting cerita berada di Bandung dan sedikit di Jakarta. Berkisah tentang impian dan kehidupan cinta Dharma. Tadinya, sempet mikir kalau Dharma ini adalah seorang cowok… tapi ternyata.. perempuan tulen… tapi emang sih, rada tomboy, cuek banget, terkenal sebagai ‘Miss Jutek’. Kalau nyela.. hmmm.. bisa-bisa orang tersinggung seandainya ‘gak kenal baik dengan Dharma.

Dharma, mahasiswi jurusan ilmu komputer di sebuah universitas di Bandung, scriptwriter di radio Belle, baru aja putus sama pacarnya yang posesif, dan sedang dalam pencarian pacar baru ketika dia dikenalkan dengan Atari, MD di radio Male. Pertama dikenalin, Dharma langsung menyambungkan nama Atari dengan game yang ngetop di tahun ‘80an itu. Beberapa kali ketemu, gak langsung membuat Dharma ingat dan terbayang-bayang sama Atari. Malah Dharma gak pernah ingat sama tampangnya Atari.

Baru di pertemuan yang kesekian, Dharma memberanikan diri untuk ngobrol langsung. Dan ternyata mereka berdua langsung akrab Setelah sekitar satu setengah bulan, mereka akhirnya ‘jadian’. Pas di hari ulang tahun Dharma, mantan pacar Dharma, Rivan, muncul lagi untuk mengucapkan selamat ulang tahun. Ada kecemburuan dalam diri Rivan, yang seolah gak rela Dharma udah mendapatkan penggantinya.

Oh ya, ngomong-ngomong soal mimpi, selain punya pasangan yang serba sempurna, Dharma pengen banget bisa belajar fashion journalist di London, dan impian itu hampir terwujud ketika Rivan memberikan ‘beasiswa’ untuk belajar di London College of Fashion. Tapi ternyata, ada tujuan lain dibalik tawaran Rivan, tapi Dharma tetap saja senang ketika menerima tawaran itu, tapi tidak dengan Atari, yang gengsinya ‘terganggu’. Hubungan mereka diuji untuk pertama kalinya… apakah Dharma tetap pergi tapi dengan resiko Atari akan kecewa, ataukah Dharma memilih Atari, tapi melepaskan impiannya?

‘Ujian’ kedua .. lagi-lagi karena gengsi… di usia yang sudah 25 tahun, Dharma mulai memikirkan masalah pernikahan, tapi Atari masih bersikeras untuk menabung dulu. Ketika Dharma diterima bekerja di majalah Eclectic, untuk kedua kalinya Dharma mendapat tawaran belajar di LCF. Nah, apakah kali ini Dharma akan mengalah lagi demi cintanya pada Atari?

Dialog di buku ini terbilang cukup lancar, meski kadang ada bagian yang membingungkan, apakah yang sedang bicara ini Dharma atau Atari. Lalu, bagian dialog sms juga asyik. Dan, hmmm… kalau buat aku, ketika membaca percakapan antara Dharma dan Atari, meskipun terkesan santai, tapi bisa dirasakan gimana sayangnya Atari sama Dharma, gimana manjanya Dharma ke Atari meskipun Dharma itu cewek yang cuek banget.

Satu hal yang bisa diambil dari buku ini, terkadang untuk mewujudkan mimpi, kita harus mengorbankan mimpi kita yang lain atau menunda untuk mewujudkan mimpi yang lain itu. Gak semuanya kan bisa kita dapat sekaligus….

Biarkan diriku mengejar mimpi-mimpiku yang lain dulu. Sampai mimpiku yang terbaik menghampiriku, tanpa harus dikejar. (hal. 345)

fps.05.02.11

--------------------oOo--------------------

0 Comments:

Post a Comment

<< Home