Insiden Anjing di Tengah Malam Yang Bikin Penasaran (The Curious Incident of The Dog In The Night-Time)
Judul : Insiden Anjing di Tengah Malam Yang Bikin Penasaran (The Curious Incident of The Dog In The Night-Time)
Penulis : Mark Haddon
Penterjemah : Hendarto Setiadi
Jumlah hal. : 312
Penerbit : KPG (Cet. 2, Desember 2004)
Tadinya saya sama sekali tidak tertarik untuk beli buku yang meraih penghargaan Whitbread Novel Award 2003 ini. Pertama, karena judulnya yang kurang ‘asyik’, kedua karena covernya, yang wow…. silau, man! Tapi, setelah baca resensi di beberapa media, koq, kaya’nya menarik ya? Apa sih yang membuat ‘Insiden Anjing di Tengah Malam Yang Bikin Penasaran’ itu jadi sedemikian ‘heboh’? Di manakah letak hal yang bikin penasaran itu?
Di awal-awal, buku ini memang terkesan datar. Diawali ketika Christopher, anak berumur 15 tahun yang menjadi tokoh utama novel ini, menemukan anjing tetangganya yang mati tertusuk garpu tanaman. Chistopher adalah seorang anak yang menderita penyakit autis. Dia seolah hidup dalam dunianya sendiri, punya pemikiran sendiri yang mungkin kita sebagai orang ‘biasa’ menganggapnya aneh. Christopher tidak suka dengan warna coklat dan kuning, punya pola keseharian yang teratur, selalu berpikir berdasarkan logika, amat sangat cerdas dan mempunyai ingatan yang kuat. Dia suka mengamati berbagai hal yang kecil sekali pun. Dia tidak suka keramaian, tidak suka dengan orang asing. Jika dia berada di keramaian, Christopher mudah menjadi bingung dan tertekan. Christopher tinggal berdua dengan ayahnya, ibunya sudah meninggal terkena serangan jantung. Chritopher tidak pernah bepergian sendirian.
Christopher tidak mempercayai orang asing, bahkan oleh orang tuanya sendiri, dia tidak mau dipeluk. Dia hanya mau disentuh diujung-ujung jarinya saja.
Oh, ya, jangan bingung kalau buku ini langsung dimulai dari Bab 2, bukan dari Bab 1. Bab buku ini dibagi dalam bilangan prima, untuk menunjukkan kesukaan Chritopher terhadap matematika.
Christopher gemar akan cerita-cerita misteri pembunuhan dan favoritnya adalah Sherlock Holmes. Dia punya keinginan untuk membuat buku tentang misteri kematian Wellington, si anjing, dan mulailah dia mencari tahu, siapakah pembunuhnya. Dia membuat rencana di otaknya, membuat gambaran dari mana dia harus memulai penyelidikan itu. Christopher pun bertanya pada beberapa tetangga di sekeliling rumahnya. Hasil pengamatannya dicatat di dalam sebuah buku.
Penyelidikan itu dilakukan secara diam-diam, karena ayahnya berkata agar dia tidak ikut campur, tapi, Christopher tetap bertekad untuk menemukan pembunuh anjing itu. Hingga suatu hari, ayahnya menemukan buku catatan Chritopher dan menyembunyikannya. Christopher pun berusaha mencari tempat ayahnya menyembunyikan buku itu. Dan, ketika dia berhasil menemukan kembali bukunya, dia pun menemukan hal lain yang membuatnya sangat terkejut dan membawanya mengetahui berbagai kejutan lain, yaitu terungkapnya siapa pembunuh Wellington sebenarnya.
Rasa takut memaksanya untuk kabur dari rumah, dan mulailah petualangan besar bagi Chritopher. Di sini ketegangan dimulai. Christopher pergi ke London… sendirian… suatu hal yang tidak pernah dilakukannya. Meskipun rasa takut semakin besar, tapi dia bertekad untuk ‘menyelesaikan’ perjalanannya.
Di dalam buku ini, sesekali diselingi dengan ‘pelajaran’ matematika. Christopher sendiri diceritakan sedang belajar keras untuk mengikuti Ujian Matematika Tingkat Tinggi. Ada juga berbagai gambar, entah itu peta, gambar binatang, berbagai tulisan, yang semuanya adalah perwujudan apa yang ada di otak Christopher.
Membaca buku ini, kita diajak untuk menyelami pemikiran seorang anak penderita autis, yang terkadang berbeda, tapi justru malah membuat kita merasa jadi ‘bodoh’. Terkadang banyak hal kecil yang terlewat atau bagi kita tidak penting, tapi justru berhasil ditangkap oleh Christopher dan menjadi ‘kekuatan’ bagi dirinya. Hal-hal kecil itulah yang membantunya dalam menempuh perjalanan ke London. Ada yang bisa membuat kita tersenyum kecil, tapi ada juga rasa kasihan membaca ‘perjuangan Christopher.
fps.05.02.14
Penulis : Mark Haddon
Penterjemah : Hendarto Setiadi
Jumlah hal. : 312
Penerbit : KPG (Cet. 2, Desember 2004)
Tadinya saya sama sekali tidak tertarik untuk beli buku yang meraih penghargaan Whitbread Novel Award 2003 ini. Pertama, karena judulnya yang kurang ‘asyik’, kedua karena covernya, yang wow…. silau, man! Tapi, setelah baca resensi di beberapa media, koq, kaya’nya menarik ya? Apa sih yang membuat ‘Insiden Anjing di Tengah Malam Yang Bikin Penasaran’ itu jadi sedemikian ‘heboh’? Di manakah letak hal yang bikin penasaran itu?
Di awal-awal, buku ini memang terkesan datar. Diawali ketika Christopher, anak berumur 15 tahun yang menjadi tokoh utama novel ini, menemukan anjing tetangganya yang mati tertusuk garpu tanaman. Chistopher adalah seorang anak yang menderita penyakit autis. Dia seolah hidup dalam dunianya sendiri, punya pemikiran sendiri yang mungkin kita sebagai orang ‘biasa’ menganggapnya aneh. Christopher tidak suka dengan warna coklat dan kuning, punya pola keseharian yang teratur, selalu berpikir berdasarkan logika, amat sangat cerdas dan mempunyai ingatan yang kuat. Dia suka mengamati berbagai hal yang kecil sekali pun. Dia tidak suka keramaian, tidak suka dengan orang asing. Jika dia berada di keramaian, Christopher mudah menjadi bingung dan tertekan. Christopher tinggal berdua dengan ayahnya, ibunya sudah meninggal terkena serangan jantung. Chritopher tidak pernah bepergian sendirian.
Christopher tidak mempercayai orang asing, bahkan oleh orang tuanya sendiri, dia tidak mau dipeluk. Dia hanya mau disentuh diujung-ujung jarinya saja.
Oh, ya, jangan bingung kalau buku ini langsung dimulai dari Bab 2, bukan dari Bab 1. Bab buku ini dibagi dalam bilangan prima, untuk menunjukkan kesukaan Chritopher terhadap matematika.
Christopher gemar akan cerita-cerita misteri pembunuhan dan favoritnya adalah Sherlock Holmes. Dia punya keinginan untuk membuat buku tentang misteri kematian Wellington, si anjing, dan mulailah dia mencari tahu, siapakah pembunuhnya. Dia membuat rencana di otaknya, membuat gambaran dari mana dia harus memulai penyelidikan itu. Christopher pun bertanya pada beberapa tetangga di sekeliling rumahnya. Hasil pengamatannya dicatat di dalam sebuah buku.
Penyelidikan itu dilakukan secara diam-diam, karena ayahnya berkata agar dia tidak ikut campur, tapi, Christopher tetap bertekad untuk menemukan pembunuh anjing itu. Hingga suatu hari, ayahnya menemukan buku catatan Chritopher dan menyembunyikannya. Christopher pun berusaha mencari tempat ayahnya menyembunyikan buku itu. Dan, ketika dia berhasil menemukan kembali bukunya, dia pun menemukan hal lain yang membuatnya sangat terkejut dan membawanya mengetahui berbagai kejutan lain, yaitu terungkapnya siapa pembunuh Wellington sebenarnya.
Rasa takut memaksanya untuk kabur dari rumah, dan mulailah petualangan besar bagi Chritopher. Di sini ketegangan dimulai. Christopher pergi ke London… sendirian… suatu hal yang tidak pernah dilakukannya. Meskipun rasa takut semakin besar, tapi dia bertekad untuk ‘menyelesaikan’ perjalanannya.
Di dalam buku ini, sesekali diselingi dengan ‘pelajaran’ matematika. Christopher sendiri diceritakan sedang belajar keras untuk mengikuti Ujian Matematika Tingkat Tinggi. Ada juga berbagai gambar, entah itu peta, gambar binatang, berbagai tulisan, yang semuanya adalah perwujudan apa yang ada di otak Christopher.
Membaca buku ini, kita diajak untuk menyelami pemikiran seorang anak penderita autis, yang terkadang berbeda, tapi justru malah membuat kita merasa jadi ‘bodoh’. Terkadang banyak hal kecil yang terlewat atau bagi kita tidak penting, tapi justru berhasil ditangkap oleh Christopher dan menjadi ‘kekuatan’ bagi dirinya. Hal-hal kecil itulah yang membantunya dalam menempuh perjalanan ke London. Ada yang bisa membuat kita tersenyum kecil, tapi ada juga rasa kasihan membaca ‘perjuangan Christopher.
fps.05.02.14
--------------------oOo--------------------
0 Comments:
Post a Comment
<< Home